Rabu, 24 Juni 2009

Seratusan Juta Sehari


Rangkaian HUT XXI itu membuat hati gembira dan menjadi obat, membuat hati terbuka dan menjadi kekuatan serta membuat hati tulus menjadi kekayaan. Itulah tugas yang baru diselesaikan panitia dalam waktu sekitar 6 (enam) minggu menjelang pesta HUT XXI sekaligus Pembangunan Rumah Tuhan itu. Pada waktu yang sekira 6 minggu ini semua warga jemaat diharapkan bergembira, terbuka hatinya dan tulus ikhlas dalam memberi, dan pada akhirnya diharapkan terkumpul uang 150 (seratus limapuluh juta) pada hari H tanggal 14 Juni 2009. Warga jemaat sebagai sasaran utama berjumlah 170 (seratus tujuh puluh) kepala keluarga (KK). Dengan menggunakan hitungan sama rata – sama rasa maka dengan mudah 150.000.000/170 = …dengan mudah diperoleh angka per KK. Alangkah mudahnya mengerjakan ini, dan setelah diperoleh tinggal buat surat keputusan, bagikankepada warga jemaat, dan dorong mereka membayarnya. Di jemaat Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS ) Simalingkar Medan, pilihan diatas tidak diambil. Pilihan yang dilakukan adalah metode yang sangat mendasar dan dikerjakan hampir disemua kegiatan pada seluruh lapisan masyarakat. Dibentuklah panitia, dibuat program kerja, dilakukan sosialisasi dan dilakukan pengumpulan dana. Ini adalah hal yang biasa, dan sudah dikerjakan banyak organisasi dimanapun. Tetapi kegiatan selama 6 (enam) minggu di jemaat itu terasa luar biasa. Dan betul-betul luar biasa. Pimpinan jemaat memberikan target kepada panitia agar dalam kegiatan ini dapat mengumpulkan dana 150 juta untuk keperluan rumah pembangunan rumah ibadah dan mendukung kegiatan operasional. Pada rapat pertama terasa kental sekali aroma 150 juta yang harus diperoleh itu dengan usaha 170 kepala keluarga, yang dimotori oleh panitia. Sangat terasa aroma keraguan, terasa berat sekali beban target ini, terasa buntu jalan ini, terasa harga diri panitia dipertaruhkan dan akan mendapat malu jika gagal, terasa sulit memilih metode. Doa – doa selalu dipanjatkan pada setiap rapat dan pertemuan, nyanyi – nyanyian puji-pujian juga dikumandangkan, wajah – wajah percaya diri juga tetap dijaga. Namun tiada juga terasa getaran – getaran, bahkan getaran-getraran energi – energi yang bergerak berlawanan mulai terasa hawanya. Dan akhirnya pasrah, berserah, dan menunggu. Kami panitia hanya menunggu dariMu Tuhan; bagaimana ini…apa yang harus kami lakukan…bagaimana kami mengelola ini dan itu…apakah kali ini kami akan mendapat malu…dan getaran-getaran itupun terasa, ide-ide pun muncul. Roh kudus bekerja pada saat orang sudah seperti hanyut disungai dan tak berdaya lagi, sehingga pertolongan menjadi mulus. Kegiatan pertama adalah mengadakan : 1. camp sekolah minggu dan remaja untuk kelas III SD ke atas, 2. Malam puji-pujian dan kesaksian, 3. Pastoral untuk warga jemaat, 4. Permainan olah raga per sektor juga perorangan. Camp sekolah minggu remaja membuat semua mereka bergembira dan mendapat pengalaman baru. Kunjungan pastoral jemaat membuat jemaat dan majelis saling mendukung dan menyadari betapa Tuhan adalah sumber Kehidupan, air mata yang keluar pada saat kunjungan itu tidak mengalir dengan sendirinya, tetapi merupakan rangkaian energi yang bergerak dari pikiran, perasaan lalu memberi rangsangan kepada logika, dan memberi sensasi pada seluruh kulit, detakan lain pada jantung, dan tanpa sadar kelenjar mata dipacu, dan air mata keluar tanpa tangisan. Pastoral, mengajak orang-orang untuk merasakan Kehidupan dari Tuhan, membuat jemaat-jemaat itu menangis dalam kegembiraannya. Pada malam puji-pujian dan kesaksian itu, suara nyanyian menusuk jauh ke otot jantung dan merangsang nadi lebih cepat, sebagian menggelengkan kepada karena tak percaya bahwa ada lagu seindah ini. Kesaksian warga jemaat membuat seluruh bulu kuduk berdiri, karena hanyut dalam keadaan nyata, dimana Kekuatan Roh Kudus yang berdiam pada jemaat itu mengalahkan kekuatan jahat yang bertahun-tahun mengganggu dan menguasai ibu dalam keluarga mereka. Kegiatan olah raga itu membuat jemaat mendapat semangat, fanatisme, jati diri dan pada akhir permainan mendapat banyak teman untuk sama-sama bermain. Pertandingan bola kaki itu…wah sungguh mengagumkan, kegembiraan, kekompakan, kepedulian ada disitu. Tak tahu siapa yang menyiapkan jus itu, tiba-tiba sudah siap diminum, dan gol-gol itu menjadi kegembiraan kedua kesebelasan. Keadaan ini tak ada pada sepak bola yang sesungguhnya, ini bukan sepak bola biasa…dan akhirnya tanggal 14 Juni itupun tiba juga…pukul 09.00 WIB panitia sudah berpakaian adat Simalungun dikepala ( laki-laki memakai gotong dan wanita memakai bulang ) serta memakai selendang yang disebut suri-suri. Ah…mantap sekali penampilan kali ini. Prosesi dimulai dari rumah salah satu jemaat (Klg St. Rajoki Purba) dipimpin oleh Sekjen GKPS, diikuti pimpinan majelis, dan panitia. Yang juga luar biasa adalah beberapa warga beragama bukan Kristen ikut prosesi. Lagu berirama Simalungun sangat enak untuk menari, dan prosesi pun disambut dengan kelompok penari dari para ibu dan dipagari oleh anak sekolah minggu dengan Gerakan khas Simalungun gaya anak-anak. Anak saya yang 4 tahun (Ganesta Diego) “mangondok” yaitu gerakan menekuk lutut hingga membungkukkan seluruh badannya dan pinggangnya kebelakang..tulus sekali tarian itu nak…dan para pemusik itu tidak ada lelah walaupun terlambat terus tidur pada hari-hari belakangan ini. Kebaktian berjalan dengan riang dan kadang–kadang sangat hening, tetapi langkah-langkah panitia ada juga sesekali. Sejarah Gereja pun dibacakan, dan perjuangan untuk beribadah ditempat yang layakpun ternyata susah juga di Negeri ini, dari dulu sekarang dan mungkin sampai selamanya. Hanya kerinduan-kerinduan memuji Tuhan bersama-sama yang pasti memerlukan gedung , yang membuat anggota jemaat pertama itu ( yang dimotori Klg Juniansen Sipayung ) terus berjuang dengan sabar dan sabar. Karena perjuangan lokasi saja, sesungguhnya membuat parang panjang dari orang yang menganggap lahan itu bukan untuk GKPS hampir ikut ambil bagian. Tapi itu tinggal kenangan manis dalam sejarah Gereja ini. Pada hari H itu Semua anggota jemaat dan undangan yang hadir naik keatas podium bergiliran, termasuk saudara-saudara yang bukan bergereja di GKPS Simalingkar, bahkan undangan yang bukan beragama Kristen itu pun naik ke Podium. Semua warga mendapat satu kain adat Simalungun diatas podium, dan semua memberikan partisipasi memberi sejumlah uang untuk membangun gereja ini. Lagu-lagu mengiringi pemberian kain Simalungun itu sungguh ditata dengan sempurna yang di pandu oleh seorang sarjana seni warga GKPS Simalingkar (John Maren Girsang). Lucky draw secara selang-seling diberikan, dan senang sekali yang mendapat minuman ringan, kipas angin hingga minicompo. Hingga sekitar pukul 16.00, telah terkumpul uang 152 ( seratus limapuluh dua ) juta rupiah. Acara terus berlangsung dengan nyanyian-nyanyian dan tarian, dan pukul 17.00 acara ditutup dengan Doa. Pada malam hari bendahara masih memvalidasi jumlah uang yang terkumpul, dan sekitar pukul 23.00 WIB, jumlah uang yang terkumpul 160 (seratus enampuluh ) juta rupiah. Hanya karena hati orang bergembira, terbuka dan tulus, sehingga semua jemaat memberi melebihi apa yang diperkirakan sebelumnya….karena jalanKu bukanlah jalanmu dan pikiranKu bukanlah pikiranmu, keputusan Tuhan tidak pernah terpikirkan. Ya Tuhan..sudah Engkau izinkan kami bersekutu di Gereja ini, Engkau izinkan kami kumpulkan uang ini lebih dari yang kami khawatirkan, dan izinkanlah kami gunakan ini lebih baiki dari apa yang kami persiapkan sebelumnya…Amin.