Jumat, 08 Oktober 2010

Surat Yang Tak Pernah Terkirim Sebelumnya

Bila boleh menulis surat sekali saja; sudah kusiapkan banyak kata, banyak waktu, dan pasti bayak sekali keinginan. Namun bisa kupastikan aku akan menulis surat hanya sedikit lebih panjang dari alamat kemana surat akan kutujukan, bahkan bila alamatnya ditulis dengan lengkap, isi suratnya lebih pendek dari alamat itu. Banyak sekali yang ingin kusampaikan, banyak khayalan yang seolah akan mejadi nyata setelah aku ada disana, dan ingin sekali kutulis surat untuk itu. Serasa waktu akan segera habis, serasa kata-kata yang akan kutulis sudah sampai ke alamatnya. Dan sampai sekarang, tentulah balasan tidak ada secara tertulis, karena aku tidak pernah menulisnya. Aku hanya merasa telah mengirimkanya, dengan hati dan pikiranku setiap malam dan setiap pagi, karena pikiran beserta energinya tidak dapat dihalangi oleh ruang dan waktu. Tidak ada tanda-tanda surat itu akan mulai kutulis, tidak ada tanda-tanda bahwa pesan-pesanku sudah sampai walau tanpa surat. Bagaimana mungkin bisa menulis surat, bila air mata mengalir deras. Bukankah kertas-kertas akan basah, tulisan-tulisan akan sulit dibaca, dan kalaupun suratnya kukirimkan sepertinya saya tidak sopan, mengirim surat dengan tinta yang tidak karu-karuan karena basah. Setiap hari, dua kali sehari; kupelajari bagaimana orang-orang mandul bisa hamil dan melahirkan orang-orang besar dan penuh berkat ; ingat saja Ishak, Yakub, Samuel. Dan selalu kukenang kisah-kisahnya, ingin sekali kutulis surat, namun tidak sempat lagi. Karena hari ini Jumat 8 October 2010, Kakaku yang banyak berkorban untukku,anak-anakku, keluargaku, telah dipanggil Tuhan untuk selama-lamanya. Ketika dia berkata "aku sudah siap" dipanggil Tuhan, dan "sudah capek dengan perawatan Rumah Sakit", banyak surat yang ingin kutulis dan kukirimkan, tapi tak satu kata pun sempat kutulis, sampai malam ini sudah pukul 11.30 PM Timor Leste. Dan sekarang juga sudah ada balasan surat yang pernah kutulis itu " Karena Tuhan yang berkuasa atas kehidupan dan kematian, pun seisi langit dan bumi " dan ingin lagi kutlis surat " Selamat Jalan Kakakku Mahdalena Saragih". Minggu 10/10/2010 engkau akan berdiam di peristirahatanmu sementara, di belakang rumah kita di kampung. Tempat kita dibesarkan, dan pasti kita semua juga akan seperti itu, sampai Tuhan datang. Dan Kutulis semua ini untukmu karena aku tidak bisa ada disana, walau hanya sekedar melihat tubuhmu yang sudah kaku. Ingin sekalu ku ikut mengangkat peti yang banyak ukirannya sebagai rumah barumu, ingin sekalu melihat begitu banyak orang mengasihi kita, dan melepasmu pergi selamanya. Surat ini kutulis dari tempat yang jauh sekali, jauh sekali dari kampung kita, hingga aku tidak bisa hadir. Kutulis lagi surat ini sekaligus untuk kau bawa "Tuhan..kakakku ini lebih banyak menderita semasa hidupnya, dan berilah kesenangan di sisiMu, sungguh kami lebih mengerti kebesaran Tuhan setelah dia pergi selama-lamanya.