Jumat, 30 Oktober 2009

Manusia Setengah Malaikat ala Perawat dan Bidan (Dalam Pelayanan Imunisasi)

Hampir semua manusia berharap hidup menyenangkan; kerja enak, duit banyak, keluarga yang menyenangkan, fasilitas hidup lengkap, kehidupan social yang nyaman. Seperti kata orang-orang bercanda “kecil dimanja-manja, besar kaya-raya, mati masuk surga”. Namun kenyataannya tidak demikian, yang terjadi sering sebaliknya. Kejadian yang sebaliknya ini dialami hamper seluruh perawat dan atau bidan yang memberikan pelayanan imunisasi pada bayi.

Generasi saat ini pada umumnya tidak menyukai pekerjaan sosial profesional, namun lebih menyukai yang Hi-tech, bekerja diruangan yang megah, wangi, baju yang necis, konsumen yang bersih, gaji yang besar dengan fasilitas kerja yang cukup. Namun pada kenyataannya, mereka yang memilih pendidikan perawat atau bidan dan setelah lulus bertugas dalam imunisasi, mereka akan mendapatkan hal yang sama sekali tidak diharapkan oleh orang-orang (orang muda) saat ini. Mereka akan dihadapkan kepada konsomen yang belum tentu bersih, mereka berhadapan langsung dengan hal-hal yang orang-orang menghindarinya seperti : urine, feses (kotoran), dahak, nanah, kuman, bau, ledir, darah, dsb, ditambah lagi dengan gaji dibawah upah buruh (upah minimum), fasilitas yang relative memprihatinkan untuk seorang gadis (wanita), yang kebanyakan hidup sendiri.

Dalam memberikan pelayanan imunisasi; sebagai manusia normal, pastilah bidan dan perawat tidak akan sanggup memberkan pelayanan ini sesuai dengan harapan. Sebagai manusia biasa, bidan dan perawat yang memberikan pelayanan imunisasi memerlukan gaji yang sesuai, alat kerja yang memadai, alat transportasi, tempat tinggak dukungan social dan sebagainya. Mereka juga seperti generasi lainnya yang ingin jauh dari kotoran, nanah, bau, kuman dan lain-lain yang tidak menyenangkan itu. Namun kenyataannya mereka telah dengan sengaja atau tidak sengaja mereka telah menjadi seorang bidan atai perawat yang mendapat tugas memberikan pelayanan imunisasi. Status sebagai manusia biasa membuat kawan-kawan bidan dan perawat tidak mampu memberikan pelayanan ini dengan baik sesuai harapan, dan kita tidak perlu mencari ini salah siapa.

Untuk kawan-kawan bidan atau perawat yang memberikan pelayanan imunisasi, khususnya di desa; bahwa sumpah yang kita ucapkan pada waktu pelantikan, membuat kita tidak lagi menjadi manusia biasa. Karena sesungguhnya sumpah yang kita ucapkan itu tidak dapat dilakukan oleh manusia biasa ( kebanyakan). Karena sumpah itu menuntut pengabdian seutuhnya, keikhlasan yang tulus, dan semangat kerja pantang mundur untuk mencapai tujuan.

Manusia setengah malaikat ; hanya itu pilihan. Jadilah manusia setengah malaikat, yang senantiasa diwajahnya terpancar wajah malaikat pada saat bayi dan orangtuanya memandangnya. Wajah seperti malaikat, perasaan seperti malaikat, pikiran seperti malaikat, raganya yang manusia biasa. Hanya keadaan seperti ini yang membuat kita tidak pernah kehabisan tenaga dan akal dalam memastikan semua bayi mendapat imunisasi dasar lengkap. Bila seorang bayi meninggal karena imunisasinya tidak berkualitas, kita akan sangat menyesal, dan wajah malaikat kita akan berubah menjadi wajah pencabut nyawa yang sangat mengerikan.

Dan hanya wajah seperti malaikat yang mendapat tempat disurga, sedangkan wajah pencabut nyawa yang sangat mengerikan itu akan mendapat tempat di Neraka..dan kita akan memilih menjadi :

“Manusia Separuh Malaikat”

Senin, 26 Oktober 2009

Melayani padahal dilayani (refleksi kunjungan Bapa GKPS Simalingkar dalam pesta 100 tahun GKPS NagaSaribu)

Latihan berminggu-minggu, membeli baju baru, menyiapkan acara, menyiapkan peralatan, melakukan perjalanan darat 3 jam..rasanya betul seperti mau melayani di GKPS NagaSaribu itu. Setelah perjalanan panjang dan berklelok selama sekitar 3 jam itu, mulai kelihatan betapa capek jemaat ini untuk persiapan acara ini termasuk untuk mengurus kehadiran kami, betapa mereka lebih cemas dari padaku untuk kesuksesan acara ini, yaitu membuat semua jemaat bersuka cita termasuk kami, tamu yang datang, sekitar 37 Bapa dari GKPS Simalingkar Medan. Benar-benar kami dilayani jemaat ini. Sore hari mereka sudah melayani kami dengan memberi bibit pohon untuk kami tanam, mereka menggali lubang tempat kami menanam pohon yang mereka beri tadi, mereka berikan teh manis hangat, pas untuk udara dingin itu, anak-anak sekolah minggu menyambut kami dengan duduk manis menunggu film yang bahasanya pun aku tak mengerti, tapi mereka tetap duduk manis, satu penghargaan untukku yang menyiakan alat multimedia pinjaman kantor itu. Anak-anak sekolah minggu itu juga menyusun kursi dengan semangat, bagaimana aku bisa mengatakan bahwa mereka tidak sedang melayaniku. Sore itu Joyce Ent Team juga melayaniku dengan mempersiapkan koneksi laptop ke audio sound system, mereka juga menyapkan meja dan speaker untuk meninggikan multimedia itu. Para orang tua, menyediakan kopi yang enak sekali di rumah Orangtua Janerson Girsang & Santra Girsang, sambil mempersilahkan kami mandi air segar itu, sedang mereka sendiri belum mandi. Dan jemaat lain rupanya tanpa terlihat sedang bekerja keras, seperti menyelesaikan film kejar tayang, memasak makan malam kami, supaya tidak terlambat untu acara malam itu. Mereka hanya menyuruh kami duduk di lods dan kami duduk seenaknya berkelompok-kelompok tanpa sadar..mereka sudah bagikan talam besar ditengah-tengah kelompok kecil kami, lalu datang lagi jemaat membawa nasi hangat dalam sumpit, dan mengisi sebanyak-banyaknya, seperti mengatakan" jangan sampai kalian masuk angin, disini dingin, dan disini malamnya panjang..macam-macam pkiran mereka supaya kami memakan sebanyak mungkin masakan itu. Daging pun di sendok tanpa takaran, hampir sama banyak daging dan nasinya, dan datanglah sayur khas itu, berbahan utama batang tengah pisang muda yang dimasak seperti lemang (ombut namanya) semua dalam keadaan baru masak. Setelah doa makan, kami semua menyerbu isi talam seperti sudah tidak makan sejak pagi, seumur hidup baru ini merasaka makan berempat dengan talam besar..terimakasih jemaat GKPS NagaSaribu untuk nilai kebersamaan dan kesetaraan ini, datang lagi membawa minuman, dan setelah itu kami pergi saja dan mereka yang membereskan tempat makan kami...dan sepanjang acara mereka memberi kami keheningan..memberi kami tepuk tangan..dan memberi kami tarian-tarian suka cita..dan dengan mata ber kaca-kaca...terimakasih Tuhan, jemaat ini sudah melayaniku..dan mereka lebih besar dari padaku yang mereka layani, walau awalnya serasa aku ini mau melayani mereka..sesungguhnya kita sedang dilayani oang lain.

Serasa Melayani Padhal Sedang Dilayani (Kutipan Nasehat Temanku : Ibu Iik )

Bukankah sesungguhnya pelayan lebih besar dari tuannya ?. Kalimat yang sudah hafal aku maknanya, walau tak pasti dari dimana tempatnya di Kitab Suci itu. Ketika aku merasa sangat lelah bekerja (mirip kerja paksa dengan gaji relatif besar) sorang temanku (Ibu Iik) bilang, Pak..sesungguhnya kita sedang dilayani kan..walau kita merasa sedang melayani. Lalu kata-kata itu mengubah mind set ku secara besar-besaran. Tak pernah lagi kuanggap aku sedang melayani, tapi sedang dilayani. Sebagai trainer yang lelah setelah satu malam jalan darat penuh kubangan, kening sakit karena terbentur kaca taksi yang jalan sesuka hati, dan waktu berdiri diantara peserta...wouuu mereka sedang melayani saya dengan bersedia duduk mendengar, memberi wajah bersinar, memberi respon, menawarkan minuman ber kali-kali, menawarkan makan siang, menjemput dengan mobil, mencarikan bus untuk perjalanan berikutnya, mengerjakan dengan ceria apa yang saya sarankan, sementara saya hanya memberi tidak lebih satu hal..materi training. dan sungguh saya sedang dilayani.