Minggu, 31 Mei 2009

Ternyata Bisa

Permintaan dari customer itu sudah lama…persetujuan pun langsung kami berikan…tim sudah menyatakan siap melaksanakan, meskipun budget kurang mendukung. Entah mengapa naluri saya merasa kurang aman dengan kegiatan ini ; merasa budgetnya terlalu kecil, peserta tidak sebanding dengan tim, peralatan tidak mendukung untuk jumlah peserta sebanyak itu. Dua hari sebelum hari out bound itu..kami merencanakan rapat tim instruktur dan asisten, dan ternyata apa yang tidak diharapkan terjadi ; beberapa instruktur menyatakan tidak bisa ikut, dan jadilah hanya tiga instruktur dan dua asisten untuk 156 peserta out bound (OB). Pikiran saya menjadi sangat kacau..kacau sekacau-kacaunya. Ini belum pernah terjadi…bagaimana bisa 1 instruktur bakal mengelola 50 peserta. Namun persetujuan sudah ada dengan cutomer, yang adalah mahasiswa semester II salah satu STIKes. Langkah pertama, kami bertiga meyakinkan diri bahwa ini bisa kita kelola. Untungnya kami bertiga begitu yakin bahwa kami bisa mengelola ini, maka setelah pertemuan ini tidak ada lagi keraguan untuk mengendalikan situasi. Masalah muncul kembali pada saat mempersiapkan rute. Ternyata pengalaman merupakan guru terbaik, dengan adanya banyak pengalaman di OB membuat kami bisa memodifikasi rute dan siklus, sehingga kelas tetap terbagi menjadi kelompok kecil. Berangkat dengan mobil Panther Hi-Sporty, dengan isi dibelakang penuh peralatan..hingga duduk bersempitan, kepala paralon ada diatas kepala..dan asisten kami suka mabuk darat, padahal jalannya berkelok-kelok menuju daerah taman dewi di Sibolangit. Schedule yang dipersiapkan mulai pukul 19.30 hingga pukul 22.00 pada hari pertama dan pukul 06.00-12.30 pada hari ke dua. Pada hari pertama itu kami sudah sampai di lokasi pukul 16.00, setelah berdiskusi dengan penanggungjawab kegiatan dari STIKes, kamipun mensurvei lapangan, dilanjutkan dengan mempersiapkan peralatan sesuai dengan kondisi lapangan. Pukul 18.30, nasi bungkus untuk makan malam datang, kami makan tidak lagi 32 x kunyak, mungkin kadang-kadang cuma 2 kali sudah ditelan. Pukul 19.20, kami sudah siap untuk pembukaan, para peserta sudah duduk dibawah tenda, sound sistem sudah dipasang lengkap dengan keyboard. Setelah menunggu cukup lama..peserta juga sebagian masih dikamar..para dosen sibuk memastikan kehadiran peserta, rasa khwatir saya datang lagi dan lebih hebat. Melihat jumlah 156 peserta, dengan 3 instruktur, rasanya kami akan menghilang ditengah mereka, suara kami akan hilang dengan suara mereka, 2 bola mata kami tidak akan bisa membaca setiap perubahan raut wajah mereka. Lha..dosennya nya aja kesulitan mengumpulkan mereka..bagaimana lagi dengan sesi OB. Pengalaman belum pernah gagal sbg instruktur OB lah satu-satunya pendorong..acara belum bisa dimulai, karena para petinggi yang harus hadir di pembukaan masih belum tiba dilokasi…tunggu dan tunggu..jarum jam jalan terus, dan kami mengisi acara seadanya sambil menunggu para petinggi itu, karena acara OB tidak bisa kami mulai, takut stlh dimulai, petingginya datang, acara terputus, sekuensnya terganggu. Acara kami isi..semacam focusing, supaya mereka pikiran meraka terpusat kepada OB, dan melirik terus kearah gerbang..apakah ada sorot lampu mobil sebagai pertanda petinggi itu akan datang. Lelah sekali mengelola acara seperti ini dan ini baru pertama kali dalam acara OB, biasanya petinggi sampai dilokasi bersama peserta, atau acara tetap dmulai sesuai schedule walau tanpa petinggi. Ini kan acaranya capacity building, bagaimana bisa kalau para petinggi tidak memberi model ?. Acara pembukaan dimulai hampir jam 09.00, dengan kata-kata sambutan, perkenalan tim isntruktur, lalu acara key board, dengan maksud menghibur para petinggi itu. Hati saya mulai kesal..ini tidak sesuai lagi..harusnya petinggi itu terhibur melihat kegiatan-kegiatan apa yang dilakukan sesuai agenda OB dan nilai apa yang ditanamkan dan ditumbuhkembangkan dikampus nanti. Malah yang terjadi, begitu acara keyboard yang mirip pesta kawin itu selesai, para petinggi pamit, dan kamipun dengan terpaksa menyalami mereka dengan senyum paksa. Pelajaran pertama : harusnya para petinggi menunjukkan kesabaran, dan ingin tahu apa yang akan dilakukan bawahannya atau bimbingannya. Tim instrukur memulai acara ice breaking, bagi kelompok dan penugasan untuk membuat identitas kelompok, yang biasanya ini dikerjakan sekitar 90 menit bila semua anggota kelompok aktif. Pukul 22.30 sesi ini kami tutup agar peserta bisa menyelesaikan tuga identitas kelompok : membuat nama kelompok, logo, makna logo, yel-yel, gerak dan lagu dan merangkai puisi berdasarkan 7 benda alam, 7 warna alam dan 7 suara alam. Kami berharap semua mereka akan aktif mengerjakan ini karena besoknya akan dikompetisikan. Selanjutnya kami tim instruktur ( TIM ), memasang perlengkapan, tanda-tanda rute sepanjang hampir seluruh arena, naik turun jalan berbukit, jembatan kecil, rumput, pohon-pohon besar, tidak ada penerangan disana, hanya menggunakan HP, dan sayup-sayup terdengar musik dangdut, dari arena pembukaan tadi, tim khawatir ; jangan-jangan peserta malah berpesta pora, bukannya ber OB. Kegiatan mempersiapkan rute dan alat-alat ini selesai pukul 00.30. dan peserta masih bernyanyi-nyanyi hingga beberapa album tak karu-karuan, juga para dosennya. Padahal pukul 06.00 besok pagi mereka sdh hrs siap dilapangan untuk Poco-Poco dan Sajojo, senam yang indah bila seragam itu. Tim segera tidur, dan alarm 05.00 di on kan. Pukul 06.00 Tim sudah siap dilapangan, dan yang dikhawatirkan benar, hingga pukul 06.30 peserta belum lengkap, dan Tim tidak bersedia memulai acara dengan keadaan seperti itu, walaupun anggota kelompok cuma kurang 1. Pemutar music pun bermasalah, dimana tidak ada sumber listrik di lapangan senam itu, dengan berbagai upaya senam baru bisa dimulai pukul 06.45, waktu 45 menit terbuang tidak jelas peruntukannya, dan ini satu hal yang tidak boleh terjadi dalam OB. Pelajaran ke 2 : Kegagalan kelompok bisa terjadi karena hanya 1 orang, jangan buat dirimu jadi pecundang. Gara-gara kaaauw…45 menit waktu 150 orang terbuang percuma…Pukul 07.00 sesuai jadwal, waktunya personal hygene dan serapan pagi hingga pukul 08.00. Makan nasi bungkus + kopi miks cukuplah untuk energi hingga makan siang. Pukul 08.00 kompetensi identitas kelompok dimulai…dan andai waktu tadi malam dimaksimalkan untuk mempersiapkan ini, mungkin hasilnya akan jauuuuh lebih baik. Pelajaran ke 3 : kita akan menjadi orang biasa-biasa saja bila tidak bekerja keras, dan kalau kita hanya menjadi orang yang biasa-biasa aja, mungkin kita hanya dilirik orang, untuk terpilih….paling karena kebetulan atau karena tidak ada orang lain lagi. Kelompok terbaik dalam acara ini mendapat penghargaan dengan satu bendera kecil pada tiang logo kelompok. Pelajaran ke 4 : Jadilah terbaik….suatu saat penghargaan akan datang juga. Acara dilanjutkan dengan membentuk lingkaran besar 156 orang sambil berpegangan tangan, dengan perintah angin bertiup…kekiri, kekanan.. kedepan..kebelakang..dan bila berpegangan erat dan saling menopang tidak akan terjatuh…tapi membuat lingkaran saja pun sudah susah…perintah tidak dicerna dgn jelas…ya barisan tidak stabil. Dilanjutkan dengan kelinci dan pemburu, yang memerlukan kecepatan untuk menyelamatkan diri dan segera selamatkan orang lain bila dibutuhkan. Tapi karena perintah tak dicerna dengan baik, sebagian kelici bisa saja tertembak pemburu atau mati tenggelam atau tim meninggal dalam kebakaran. Pelajaran ke 5 : dengarkan, rasakan, apa yang dibutuhkan orang lain, hidup saling menopang, saling membutuhkan, kita akan bertahan lebih lama, hidup lebih girang, KITA BUTUH ORANG LAIN MENOPANG KITA. Rute 1 diisi dengan lembar bola dan telur, ranjau darat dan benang kusut. Kesigapan dalam menerima hal yang sulit, membuat beberapa peserta bisa menjaga telur tidak jatuh dan pecah,walaupun ada yang tidak siap dengan hal sederhana, dimana bola plastic besar pun tidak bisa dijaga tidak jatuh. Pelajaran ke 6 : hidup berisi hal-hal sederhana dan mudah, tetapi juga ada hgal-hal sulit dengan tingkat kegagalan tinggi,perlu kesiapan dan kesigapan untuk itu. Ranjau darat yang sederhana dan dengan mudah diselesaikan bila kita mengulangi hal yang baik dan menghindarkan hal yang tidak baik. Satu anggota lamban dalam melangkah…dan mengulangi kesalahan teman, akan membuat ledakan mematikan anggota dan kelompok. Pelajaran ke 7 : Perhatikan orang lain yang berbuat baik…lalu ikuti, jangan perbuat kesalahan yang sama, karena itu hanya dilakukan oleh KELEDAI, dan manusia bukan keledai, hewan kepala besar tapi otaknya kecil. Benang kusut, membuat peserta hampir frustasi, lelah dan putus asa, tapi dengan bimbingan dan contoh kecil peserta bisa menyelesaikan bahkan dengan waktu tersingkat. Pelajaran ke 7: Semua hal bisa dikerjakan, dan lebih mudah bila tidak putus asa dan sedikit contoh kecil. Rute ke 2 diisi dengan Visi bersama, gentong bocor dan tangga sukses. Visi bersama, dikerjakan peserta untuk besama-sama sebagai tim kelas menyelesaikan aktivitas kampus hingga menjadi sarjana, dengan melewati rintangan, hingga berhasil mengantarkan bola visi mereka kegaris finish. Ada yang cepat ada yang kurang cepat, ada juga yang bola visinya jatuh beberapa kali, karena terlalu ambisi. Pelajaran ke 8 : tim berhasil bila menyadari sebagai satu tim, tidak ada yang menonjolkan diri yang mengakibatkan tim menjadi gagal, satu orang terlalu cepat, akan membuat bola tidak stabil dan jatuh. Peserta yang cepat mencapai garis finish menggunakan lebih sedikit sumberdaya utuk menyelesaikan pendidikan. Pelajaran ke 8 : diamananpun……tetap kita sebagai bagian dari tim; keluarga, kerja, sosial, dll. Konsentrasi dan menjaga tujuan tim harus dipelihara. Gentong bocor, dilakukan peserta dengan mengidentifiasi tujuan, yaitu keluarnya bola dari dalam paralon bocor setelah diisi penuh air. Tim perlu menyepakati, pengeluaran harus lebih sedikit dari pemasukan, dan setiap orang mengambil posisi sesuai dengan potensinya, kerja dibagi habis. Pelajaran ke 9 : bagi habis tugas menyebabkan tim semangat, karena semua terlibat. Kita berhasil bila TIDAK LEBIH BESAR PASAK DARI PADA TIANG, strategi harus tepat, siapa menutup lobang, siapa menimba, siapa mengantar, siapa menuang, bagaimana sistem pengkaderan ( bergantian diposisi berbeda ). Hasil yang dicapai bukan karena kehabatantukang timba, atau tukang tutup lobang, atau leader..tapi keberhasilan tim. Tanggal sukses dimainkan peserta dengan mengantarkan salah satu temannya untuk sukses tapi dengan kawan-kawannya menanggung beban. Peserta tercepat adalah yang menyusun strategi dengan baik, mendengar arahan leader, keyakinan tinggi, tidak mudah lelah, semangat bersaing, dan tidak merasa terbeban. Pelajaran ke 10 : jalan menuju sukses kita, menjadi beban bagi orang lain, orang lain yang mendapat beban tidak merasa terbeban, karena merasa berada dalam satu tim. Setidaknya 10 nilai dapat dari pelajaran ini, namun tidak ada yang bisa membuka tengkorak kepala kita dan mengatur-atur sinya sehingga sifat-sifat asli yang keluar pada waktu out bound, dapat Berubah dengan 10 nilai ini. Hanya diri kita sendiri yang bisa melakukannya….ingatlah kita ini selalu dalam tim…..tim…dan tim senantiasa menginginkan satu tujuan, bila tidak itu seperti kita melakukan gol bunuh diri…dan setelah bertanding, fans akan menembak kepala kita.

Kegembiraan Pada Anak

Sebagian mereka datang dengan wajah memancar, sebagian malah kegirangan tertawa – tawa, ada juga yang tanpa ekspresi dingin. Tidak pasti apa yang disampaikan orangtua mereka waktu mereka berangkat dari rumah. Juga tidak pasti apa yang ada dipikiran anak-anak ini waktu mereka berangkat dari rumah dengan ransel yang hampir sama dengan ukuran badannya. Didalamnya ada perlengkapan sehari-hari, telur dadar dengan sambal, beras 1 muk, popmie 1 cup, dan lupa jajanan yang sebenarnya tidak dianjurkan dibawa. Tepat pukul 4 sore itu semua anak-anak sudah berkumpul di GKPS Simalingkar Medan, mereka akan mengikuti camp sekolah Minggu dari Sabtu Pukul 16.00 – Minggu pukul 09.00 Wib. Mati listrik setelah acara baru dimulai tidak mengurangi kegembiraan anak-anak, panitia saja yang sedikit panik. Mereka sibuk keluar masuk tenda masing-masing, hingga teras dan alas tendanya menjadi sedikit kotor. Keingintahuan mereka akan bagaimana rasanya tidur di tenda beralasakan tanah, tanpa lampu, tanpa bantal, tanpa guling, tanpa selimut, tanpa kipas angin, tanpa AC, tanpa TV, tanpa radio, berdesak-desakan, adalah sama dengan keingintahuan mereka terhadap hal-hal besar. Mereka menjadi bertanya bagaimana kami bisa hidup seperti ini, sedangkan diluar sana orang antri menanti bantuan makanan, anak-anak seusia kami hanya tinggal kulit dengan tulang, anak seusia kami tergeletak dijalan dan tidak mampu bangkit karena kurang gizi hebat, dan banyak lagi yang mereka pikirkan. Hingga pukul 19.00 Listrik PLN belum juga hidup, sementara akan ada pembinaan rohani menggunakan LCD. Jam makan malam pun sudah tiba, akhirnya penerangan untuk makan malam menggunakan lilin, lampu kapal, dan lampu mobil. Makan malam di tikar bersama – sama memberi pengalaman tersendiri bagi anak-anak, beberapa anak meminta tambahan nasi walaupun biasanya di rumah mereka selalu menyisakan nasi dipiringnya, semua anak makan sayur, yang sebelumnya tidak meraka lakukan dirumah, mereka semuanya mandiri setidaknya untuk makan malam ini. Kegiatan pembinaan rohani mereka pada malam itu menguatkan pendangan mereka betapa masih banyak anak-anak yang hidupnya sangat susah di tempat yang lain. Pada akhir pembinaan rohani semua anak-anak membuat janji iman berupa memberikan sebagian uang mereka untuk pembangunan gereja. Uang itu berupa uang jajan, uang pemberian keluarga dan yang lain – lain yang bisa mereka hemat dan diberikan kepada pengurus gereja. Uang ini bisa diberikan sepanjang tahun atau sesuai dengan keiningan mereka. Ini akan memberikan pengalaman kepada mereka bahwa memberi itu akan membuat kehidupan bermasysarakat lebih baik, dan kita memberi karena kita sudah lebih dulu diberi oleh Tuhan. Pengalaman-pengalaman ini mereka bawa tidur pada pukul 10.00 di tenda masing-masing. Mereka masuk tenda dengan baju-baju dan celana panjang tebal, hingga akhirnya kepanasan, dan sebagian memilih pindah kedalam gereja. Anak-anak tidak langsung tidur, mereka saling bercerita antah berantah, dan cerita-cerita ini menjadi inpirasi bagi mereka, dan bisa mengubah hidup mereka. Beberapa orang tua dengan setia menjaga mereka, sambil bermain catur, bermain kartu joker, duduk di sekitar api unggun, dan tidur di mobil di sekitar tenda. Setelah pukul 01.00 suasana menjadi senyap. Semua anak-anak sudah pulas, hingga pukulan tiang besi lapangan volley mengharuskan mereka bangun dan bersiap-siap untuk bersyukur dalam saat teduh bersama guru sekolah minggu. Pukul 09.00 semua anak-anak pulang, dan memberi ke Gereja dengan uang sendiri, pengalaman pertama hidup mereka, ya..ini pengalaman pertama. Tuhan…kami lakukan banyak hal untuk anak-anak ini…Tuhan…engkau ijinkan kami bimbing mereka, dan ijinkan mereka memahami kekuasaan, kerajaan dan kemuliaanMu ada dibumi dan disorga..Amen.

Nilai - Nilai Terpelihara

Nilai – nilai yang terpelihara

Sebenarnya yang saya harapkan itu, dan yang sudah disosialisasikan ke orangbanyak itu begini :
1. Awali dengan sosialisasi, pastikan suasana menccair. Bisa dilakukan dengan Perkenalan seluruh yang ada diruangan; khusus peserta dapat menyampaikan keunggulan-keunggulannya. Sementara orang lain menanggapi dan memnyampaikan pujiannya / tanggapannya kepada temannya tadi. Suasana dicairkan dengan memastikan setiap anggota saling membutuhkan, atau tidak ada peluang untuk memilih-milih teman. Misalnya dengan membuat kelompok-kelompok kecil yang dibagi secara mendadak, dengan memutar lagu atau apa saja.
2. Facilitator menyampaikan : bahwa setiap orang mempunyai banyak hal yang dipelihara dalam hidupnya sehari-hari, dan itu disebut dengan nilai-nilai pribadi. Tetapi tim sudah memilih 7 nilai yang biasanya dipelihara seseorang dalam hidupnya. Dan peserta diberi kesempatan memilih salah satu dari 7 nilai tersebut sebagai nilai-nilai yang paling sering dipelihara setiap hari.
3. Peserta yang nilainya sama dapat digabung menjadi kelompok; mereka menceritakan pengertian dan contoh-contoh nilai yang mereka pegang, alasannya dan pengalaman-pengalamana=nya.